Senin, 04 September 2017

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 10

EKONOMI KERAKYATAN Catatan 10
Mahli Sembiring

CIRI-CIRI SISTEM EKONOMI KERAKYATAN
1.      Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
2.      Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3.      Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4.      Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5.      Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.

Lima ciri utama sistem ekonomi Pancasila yaitu:
1.      Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan negara dan perusahaan swasta.
2.      Manusia dipandang secara utuh, bukan semata-mata makhluk ekonomi tetapi juga makhluk sosial.
3.      Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau pemerataan sosial.
4.      Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang tangguh.
5.      Pelaksanaan sistem desentralisasi diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.

Perkembangan perekonomian Indonesia
1.      Ekonomi Pancasila. Pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila.
2.      Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun, bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Sistem perekonomian liberalis dan etatisme terjadi di Indonesia.
3.      Corak Liberalis. Awal tahun 1950-an sampai tahun1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia.
4.      Sistem Etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun1960-an sampai masa orde baru.

Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Di antara program-program tersebut adalah:
1.      Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
2.      Program / Sumitro Plan tahun 1951.
3.      Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960

Namun demikian, ke semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Sistem perekonomian selama ini gagal mensejahterakan rakyat Indonesia. Pemerintah yang diberi mandat gagal mewujudkan amanat pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
1.      Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan ekonomi bidang keahlian dan praktisinya, namun oleh tokoh politik. Keputusan-keputusan yang dibuat tokoh politik cenderung menitikberatkan pada masalah poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan. Prioritas Negara waktu itu antara lain mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
2.      Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
3.      Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, bahkan tidak sempat berjalan.
4.      Di samping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Pembuatan keputusan didasarkan pada individu / pribadi, dan partai lebih dominan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
5.      Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 – 1965).

Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:

1.      Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai ekspor Indonesia.
2.      Hutang luar negeri justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
3.      Defisit anggaran negara yang makin besar. Jalan keluar yang ditempuh mengatasi defisit ditutup dengan mencetak uang baru. Peningkatan uang beredar mendorong inflasi yang tinggi. Inflasi tidak dapat dicegah kecuali dengan adanya tindakan luar biasa.
4.      Keadaan tersebut masih diperparah oleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,8% jauh lebih besar daripada laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%.

Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai melaksanakan sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 - 1965, semua tokoh negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat, kembali menempatkan sistem ekonomi Indonesia pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Awal Orde Baru sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.

Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.

Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
1.      Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan sistem perekonomian yang lama (liberal/ kapitalis dan etatisme/ komunis).
2.      Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses perbaikan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
3.      Tercatat bahwa :
a.      Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
b.      Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
c.       Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
d.      Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
4.      Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.
5.      Sejak bergulirnya reformasi 1998, di Indonesia mulai dikembangkan sistem ekonomi kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku utama namun kegiatan ekonomi lebih banyak didasarkan pada mekanisme pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk melakukan koreksi pada ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.
6.      Sudah saatnya Indonesia kembali merancang ulang dan menyusun kembali sistem ekonomi kerakyatan yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Tulisan berikutnya memaparkan pemikiran dari Mahli Sembiring untuk menyusun sistem ekonomi kerakyaan yang paling sesuai dijalankan di Indonesia, untuk masa kini dan masa yang akan datang.